WHO’S HE?

“Kak, boleh minta tolong temani ke kelas 2–2 nggak ya?”

noa.
2 min readJun 23, 2023

--

Jeksa mengantongi ponselnya begitu melihat balasan dari Syenara — berniat membalas nanti saja sebab ia khawatir hari semakin larut dan suasana jadi lebih mencekam.

Pemuda tujuh belas tahun itu meneguk ludah kasar sebelum melangkah memasuki koridor utama.

Sunyi dan gelap gulita.

Dieratkan jaket yang menempel ditubuhnya sembari merapalkan do’a agar terhindar dari marabahaya.

“Jangan ganggu gue plis, gue cuma mau ngambil botol minum mamah gue.” bisiknya.

Dilapangan, riuh terdengar sorak sorai serta lagu dari pengeras suara yang terpasang diatas panggung — nampak asik bila berada disana, pikir Jeksa — nyaris melupakan tujuannya kemari.

Kaki jenjangnya terus melangkah menyusuri lorong dan anak tangga, kanan kiri hanya ada kelas kosong. Beberapa ruangan, lampunya dinyalakan sementara sebagian mati — entah korslet atau memang enggan menyala sebab terlalu lama tak diganti. Sejauh ini aman-aman saja meski tubuh Jeksa menggigil bukan main — tanda bahwa sebenarnya ia sedang ketakutan setengah mati.

Baru hendak berbelok, ia dikagetkan dengan seseorang yang duduk di kursi putih tepat disamping tangga. Ingatan Jeksa kembali pada percakapannya dengan Syenara beberapa saat lalu. Ah, mungkin ini maksud anak itu.

“Akhirnya ada orang!”

“Kak, permisi.”

Sosok itu menoleh. Wajahnya pucat tapi Jeksa yakin pemuda ini merupakan kakak tingkatnya.

“Boleh minta tolong temani ke kelas 2–2 nggak ya?” tanya Jeksa ragu.

Anggukan diberikan sebagai jawaban, pemuda itu jalan mendahului hingga mereka berhenti didepan kelas Jeksa. “Kak—”

Cklek!

“Lain kali kalau mau kesini sendirian, berdo’a dulu didepan dan jangan ngomong kasar.” tegur kakak itu.

Jeksa mengangguk pelan, “Maaf kak—” dalam hati merutuki diri, bagaimana pemuda ini bisa tahu Jeksa mengumpat didepan gerbang sebelum kemari.

“—gue Jayden.”

“Maaf kak Jayden.”

Rasanya suasana makin mencekam saja. Apalagi tiba-tiba ada angin berembus melewati tengkuknya, Jeksa bergidik pelan. Cepat cepat ia mengambil botol minum milik sang mamah — untungnya masih berada diatas meja kelas. Ia memeluk botol itu didepan dada.

“Anu, dingin ya kak—”

BRAK!

Pintu kelas terkunci tiba-tiba — semuanya gelap.

“Kak—kak Jayden?!” Jeksa panik, ia meraba sekeliling. Sungguh, ia tak dapat melihat apapun.

Tak ada jawaban.

Tangan gemetar Jeksa meraba saku celananya sendiri, beruntung baterai ponselnya aman dan sinyal mendukung, jadi ia cepat-cepat mengabari teman-temannya.

Mengesampingkan sosok didekatnya ini makhluk halus atau bukan, Jeksa lebih takut bila ia disakiti secara fisik — mengingat hanya ada mereka berdua disini.

“Plis tolongin gue..”

--

--

No responses yet