Tulisan ini dimulai ketika seorang Travel Vlogger ber-nama beken Ethan Lee sedang berada dalam perjalanan menuju Laut Mediterania — setelah satu tahun lebih hiatus akibat cedera serius pada lengan atas.
Pemuda berkebangsaan korea itu berangkat bersama dua turis asing — Jay dan Benjamin, yang pada akhirnya harus berpisah jalan sebab tujuan mereka berbeda.
Pukul tujuh waktu setempat, Ethan sudah sampai — ia menyewa Speedboat selama beberapa hari untuk kepentingan syuting vlog seorang diri. Mengingat pulau yang ia datangi kali ini tak berpenghuni, ia harus pandai dalam segala hal — termasuk mencari makan dan memasak.
Solo Trip kali ini nyatanya cukup menguji mentalnya. Ethan sering kali kepayahan dalam mengambil gambar untuk konten-nya akibat cuaca buruk — meski tak memungkiri, pulau yang ia datangi ini sungguh memanjakan mata.
“Kayanya nginep beberapa hari disini not bad.”
Pemuda berusia dua puluh dua tahun ini memang berdedikasi penuh terhadap hobinya, ia tak ragu mencoba sesuatu yang baru — mendatangi tempat asing terisolir, berhadapan dengan hewan buas, bahkan bercengkrama bersama suku asli daerah tersebut untuk menemukan hal menarik.
— dan mencari uang.
Setelah melihat-lihat hasil bidikannya, Ethan cukup puas — sepertinya ia tak harus berlama-lama disini sebab misinya telah terpenuhi. Namun, dua tahun menekuni dunia solo trip, mungkin hari ini adalah hari sialnya.
“Bangsat.” ia mendesis.
Speedboat sewaan itu mogok dengan mengenaskan. Barangkali akibat terlalu lama terpapar hujan panas setelah 3 hari ia menginap di pulau terpencil tersebut.
Tak ada tangkapan sinyal diponselnya, stok makanan menipis dan ia mulai kehausan.
Matilah.
Jam jam berikutnya — selepas berkutat pada mesin Speedboat, Ethan menyerah.
“Terserah, mati tinggal mati.” Tubuhnya ia hamparkan pasrah diatas pasir putih halus pulau itu — ia tertidur kelelahan.
“Eh?”
Mata Ethan melebar begitu melihat tumpukan ikan segar tak jauh dari tempatnya beristirahat. Aneh, pikirnya — apa dia tidur sembari mencari ikan?
"Halo? apa ada manusia lain disini?!" Ethan berseru, ia berkeliling — menyorot setiap sisi menggunakan senter, harap harap tak melewatkan satu apapun.
Namun, nihil.
Lautan gelap gulita, pekat — bahkan saat ini Ethan hanya mengandalkan senter untuk menerangan. Takut bila ada binatang buas sebab ia sendirian. Ia bergerak, naik ke atas batu karang — meminimalisir diserangnya hewan berbahaya saat ia lengah.
Sebagai seorang traveler, Ethan sudah biasa mendapatkan pengalaman serupa. Ia akan baik-baik saja selama masih ada makanan hingga bala bantuan datang.
Baru saja hendak duduk, Ethan spontan mundur lagi beberapa langkah begitu melihat sosok asing muncul dari laut lepas yang semula tenang. Ia berambut pirang, hidung bangir, mata teduh dan berpakaian putih — entahlah, Ethan tak yakin itu sebuah baju. Hanya terlihat seperti sebuah kain panjang yang membelit badan.
Tapi bukan Ethan namanya bila tak penasaran.
Makhluk tadi masih setia diam, seperti benar-benar ingin menampakkan wujud dihadapan travel vlogger asing tersebut.
“Lo siapa?”
Makhluk itu mulai merespon. Suaranya tak terdengar jelas — mencicit — hampir mirip seperti lumba-lumba namun lebih lembut.
Dia kemudian berputar beberapa kali didepan Ethan hingga pemuda itu menyadari Makhluk ini memiliki ekor.
“Lo siren?”
Ekspresinya berubah, ia terlihat marah.
“A—ah, bukan. Mermaid ya?”
Dia mengangguk senang.
“Tapi maaf, gue ga paham sama apa yang lo ucapin.” lanjut Ethan jujur — sebab Makhluk itu terus mengoceh tanpa henti.
Tangan lentiknya terangkat dari dalam air, tak terlihat keriput kedinginan sedikitpun bahkan justru nampak berkilau terkena pantulan senter dari tangan Ethan — si pirang memberi gesture supaya Ethan menunggu sebentar ditempat yang sama. Pemuda itu hanya mengangguk.
“Gue harus pake kalung ini?”
Dia mengangguk.
“Oke gue coba—”
“Namaku Jake.”
Eh?
Bertahun-tahun melakukan Solo trip, Ethan tak pernah bertemu keanehan semacam ini. Jadi, Mermaid dan bangsanya itu benar-benar ada?
“Lo Jake?”
“Aku Jake." ulangnya.
“Ikan itu dari aku — mereka dulu temanku tapi mereka jahat, jadi aku bawa kepadamu.”
Ethan kehabisan kata.
Maksudnya, kenapa bisa ada fenomena seaneh ini?
“Aku lihat kamu dari awal datang — pakai kamera, dari celah karang disana.”
Ethan semakin penasaran, tubuhnya mendekat, lantas ia duduk dipinggir karang — mencoba menanyakan hal selanjutnya pada Jake. “Lo ga takut sama gue?”
“Tidak! Dulu, ada banyak sekali yang datang kemari tapi semenjak sering dijahili siren, mereka malas kemari.”
Jake mengetukkan jari dipinggir batu karang — omong-omong dia sudah menepi dibibir pantai, membuat Ethan bisa melihat jelas sosok Jake. Pemuda itu punya sirip berwarna biru kehijauan, sangat kontras dengan warna kulitnya namun terlihat amat indah.
“Siren nakal ya?”
“Dia yang rusakin kendaraan kamu.” balas Jake sembari menunjuk Speedboat tak jauh dari tempat duduk mereka.
Jake kemudian mundur, ia bergeser keatas pasir — menjauhi air laut — entah apa yang sedang ia perbuat, Ethan pun agak heran. Jake terlihat mengibaskan ekornya — malam itu angin laut cukup kencang hingga beberapa saat kemudian sirip tadi berubah menjadi kedua kaki jenjang.
“Hah?”
Ethan nyaris melempar kamera yang dipegangnya. Jake tersenyum tipis, ia berdiri kemudian berjalan perlahan mendekati vlogger tersebut.
“Halo, Ethan.”
Dan semuanya menjadi gelap.