SINCE HIGH SCHOOL — Heejake

noa.
2 min readMay 27, 2023

“Adnan, bila benang merah pengikat takdir itu benar adanya, aku harap ia kan membawaku kembali padamu lagi.”

“Nakyle, papa has to go to work. Lock all the doors as usual. Papa will be back at 6AM.” pesan Jeyza kepada anak semata wayangnya, Nakyle.

Malam ini ia harus menghadiri acara di salah satu club bergengsi di kotanya, jadi, ia berangkat sedikit lebih awal ketimbang jadwal biasa.

Nakyle dengan semangkuk sereal ditangan, hanya mengangkat jempol. “Jangan pulang kesiangan ya papa, besok I have to bring my lunch.”

Ucapan Nakyle membuat Jeyza tertawa geli. Bagaimana tidak? Putranya itu baru belajar berbahasa Indonesia setelah bertahun-tahun tinggal di Australia. Pengucapannya masih acak hingga Jeyza kegemasan sendiri.

“Noted prince! Tolong jaga rumah ya!”

“Dia ada di backstage, gue bisa kasih kalian akses tapi gue coba tanya dia dulu ya?” Ujar Jeffan. Pemuda berusia dua puluh tahun itu membuka pintu salah satu ruang VIP disana.

“Lo masuk aja, tunggu sini.”

“Makasih banyak, love.” balas Reiga sambil menutup pintu.

“Jakey, ada yang mau ketemu. Bisa keluar sebentar?” seorang pemuda yang Jeyza kenal sebagai Jeffan, pemilik club itu—datang menghampiri.

Jeyza biasa saja, toh, memang sering ia mendapatkan private job untuk minum atau sekedar mengobrol dengan orang-orang penting—bahkan petinggi suatu instansi.

“Dimana?”

“VIP Class I”

Menyanggupi, Jeyza bangkit dari tempat duduknya — meninggalkan secangkir cappucino hangat yang tinggal setengah. Ia harus profesional, begitu pikirnya.

Saat membuka ruangan VIP itu, Jeyza hanya melihat tiga orang. Satu bersurai perak sedang memunggungi dirinya dan dua lainnya berwarna legam. Salah seorang berkulit paling kontras, menepuk bahu si rambut perak dengan terburu.

“Permisi?”

“eh?” ia menoleh.

Jeyza tidak mungkin salah.

“Adnan?”

Dua pemuda dibelakang menghela nafas lega sementara Adnan bangkit dari tempat duduknya. “Jeyza? Ini Jeje? Is that u?”

“It’s me, bubu.”

--

--

No responses yet