noa.
2 min readApr 4, 2023

SEPOTONG KUE — Positions

© Pinterest

Siang itu hujan deras menyirami kota. Ethan menyeruput secangkir kopi dalam diam di salah satu coffee shop dekat kantor. Matanya menatap lekat air hujan yang jatuh ke tanah.

Kemarin, setelah pernyataan Sabumi—mereka memutuskan untuk bertemu. Meski Ethan telah mengetahui apa yang akan mereka bahas.

Nggak ada yang lebih memuakkan dari dibohongi oleh semua orang. Ethan anggap, mereka semua—teman dekatnya adalah penipu dan parasit tak tekecuali Sabumi.

Dua puluh menit berdiam diri, Sabumi datang. Mantelnya setengah basah, tapi Ethan mana peduli.

“udah lama?”

“udah, tapi ga masalah.” Pria itu mendorong pelan sepotong kue red velvet ke depan Sabumi, “gue tau lu udah ngopi, jadi gue pesenin itu.”

Sabumi mengangguk, ia tersenyum hingga matanya tenggelam. Sial, kalau saja bukan ditempat umum—pasti Ethan sudah membogem wajah itu hingga babak belur.

“oh iya, soal si kembar—”

“apa?” Ethan mengangkat kepala, mata bambi itu kini menatap lekat Pria dengan sematan nama bimasena didepannya.

Tumben Sabumi langsung tahu maksud Ethan tanpa bertanya.

“ — Mau bilang kalau sebenernya mereka anak kandung lo?”

Sabumi tak bergeming, sendok kue dijatuhkan tanpa suara ke atas meja. “Than?”

Waktu berjalan dengan lamban. Meski Ethan tak membuka mulut lagi, yang lebih muda kikuk—disatu tempat merasa konyol sebab menggali lubang kuburnya sendiri.

“Gue minta maaf.”

“ — Sejak kapan?”

Ada keheningan lagi diantara mereka. Ethan sibuk menunggu jawaban sementara Sabumi tenggelam dalam alibi.

“Semester 4, Jauh sebelum kita kenal.”

“Jadi, gue selingkuhan hanzel?” Sabumi mengangguk. Kini pandangannya jatuh ke bawah, tak lagi berani menatap raut Ethan yang sulit dideskripsikan.

Diluar, hujan masih turun dengan derasnya. Dua insan berlabel sahabat itu membisu disudut dingin ruangan. Sibuk merangkai kalimat selanjutnya.

“Kalau disuruh milih, mending gue ga pernah tau soal fakta ini. Gue kecewa sama kalian, tapi gue lebih kecewa saat si kembar dijadiin objek ketamakan kalian berdua.”

Ethan marah. Pada diri sendiri dan semua orang yang ikut terlibat didalamnya. Ini bukan hal sepele soal perebutan kekuasaan atau cinta, juga menyoal status kedua anaknya.

“than, dengerin gue dulu.”

Sabumi mengepalkan tangannya—bukan hanya dosa yang ia tanggung, namun juga malu atas segala hal. “Gue ngaku bukan tanpa sebab. Gue tau masadepan si kembar lebih terjamin sama lo. Gue—lo bisa ngelakuin apapun ke gue, tapi tolong maafin gue.”

Ethan tertawa pelan. “Lo ga ngaku ke gue, lo cuma gamau hanzel kena sanksi sosial karena lo keceplosan ngomongin kejelekan dia. Sabumi, jujur sama gue. Lo masih cinta kan sama dia?”

“ — Gimanapun, gue bakal pertahanin mereka. Gue cuma punya mereka, ga peduli gimana kalian berdua malsuin DNA, surat dokter ataupun akta. Mereka anak gue, dan selamanya bakalan tetep gitu.”

Sulung Bratajaya itu mengeluarkan sebuah amplop coklat dari dalam saku jas nya. “Gue boleh ngelakuin apapun kan? Kalau gitu hari ini juga, gue pecat lo. Dan ini, pesangon dari gue. Pergi yang jauh, jangan berani ngedeket sama keluarga gue lagi.”

No responses yet