noa.
2 min readApr 18, 2023

Pukul Tujuh Lebih Lima — Unpopular Love

Malam ini, langit tampak indah. Bulan dan bintang yang biasanya segan untuk bersanding, kini menampakkan wujud dengan percaya diri di angkasa lepas.

Jagara melangkahkan kaki perlahan. Kedua tangan ia lesakkan kedalam saku jaket, membiarkan jemarinya hangat didalam sana. Sebab, udara dingin sesekali berembus menerpa kulit—khawatir masuk angin bila pulang nanti.

Disampingnya, ada Ethan. Pria itu mengenakan Jumper hitam dan celana pendek selutut. Jagara yakin sepenuhnya, tak akan ada yang percaya bila Ethan mengatakan ia telah berada diumur 30-an.

“Dingin?” Tanya Ethan. Suara beratnya menggelitik telinga Jagara layaknya kaset CD yang diputar berkali-kali.

“Iya, tapi tangan aja.”

Omong-omong, mereka sekarang berada di taman kota — berjalan-jalan berdua saja. Sedangkan Si kembar dititipkan sang ayah untuk bermain monopoli dirumah Jagara bersama Ricky.

Ethan menyandarkan tubuh pada kursi taman disana, menatap air mancur diseberang jalan serta banyak orang yang berlalu-lalang.

“Aku kehabisan topik kalau begini.” Balasnya Jujur.

Jagara tergelak. Pemuda itu menarik tangan Ethan untuk digenggam, sebab, sedari tadi ia melihat tangan itu menganggur—tak berniat menyambut miliknya ataupun mendekap badannya.

“Anak muda pacaran tuh gini, mas. Pegangan tangan.”

Lucu, batin Ethan.

Kalau saja ini bukan tempat ramai, mungkin Ethan tak akan segan memberi pelukan erat pada badan mungil Jagara. Ah, Ethan terlalu malu untuk melakukannya.

“Iya deh aku jadi muda lagi.”

Jagara tersenyum lebar. “Gimanapun kamu tetep ganteng kok.”

“Bahkan ketika kamu tau aku punya anak dua?”

Jagara mengendik, “Umur hanya sebuah angka.”

Tepat saat lampu sekeliling air mancur dimatikan dan berubah menjadi kerlip warna warni, Ethan menarik nafas dalam. Tangan kirinya merogoh saku Jumper miliknya, mengambil sebuah kotak hitam yang sedari tadi ia kantongi.

“Ayo nikah sama aku, Jagara?”

No responses yet