noa.
2 min readApr 29, 2023

DAYLIGHT — From Payphone

“Nih, diabisin.” Senjani menyodorkan sepiring croffle serta susu hangat ke depan pemuda berusia tujuh belas tahun itu.

Dimas meletakkan ponselnya ke atas meja, mungkin sudah lelah menatap benda itu sedari tadi. Ia menunduk, mengunyah makanannya dalam diam sedangkan Senjani dengan telaten menunggui.

“Kak …” panggil Dimas pelan.

Senjani merespon dengan deheman. Dua tangan ia gunakan tuk menumpukan dagu diatas meja, menunggu lontaran kalimat selanjutnya dari bibir Dimas.

“Papa Mama ngebuang Dimas ya?”

'Selamat Haris Algara, perlahan lu ngehancurin mental anak lu sendiri.’ Senjani membatin. Matanya menatap lurus pada sosok yang menoleh malu-malu didepannya itu.

“Dimas ngerasa gitu?”

Anggukan diberikan sebagai jawaban, Senjani menyungging senyum diujung bibir. “Papa ngga buang Dimas, ngga ada yang dibuang. Dimas disini nemenin kak nja.” Balas si rambut blond.

“Memangnya kakak ngga ada niat nikah kaya mama dan papa?”

Senjani menggeleng, “Mungkin nggak, sih. Lebih enak aja bangun bisnis dan nikmati masa depan sendirian.”

Ada keheningan sesaat diantara mereka. Dimas masih mengunyah sembari memikirkan sesuatu. “Jadi papa ngga akan balik kesini buat jemput Dimas?”

“Suatu saat, papa pasti dateng jemput Dimas. Sekarang sama kak nja dulu, ya?”

Yang lebih tua tak memutus netra dari tunggal Algara didepannya ini. Ada sosok Haris dalam tiap tiap tingkah laku Dimas, dan itu mampu membuat batin Senjani rindu.

Andai Haris tidak menikahi Kania atas tuntutan keluarga, akankah ia dapat melihat Dimas sebagai anaknya dimasa depan? Tapi — — ah, terlalu sentimental kedengarannya.

“Papa dan mama cerai ya kak?”

Kali ini, Senjani mengangguk. “Mereka harus jalan ditakdir yang berbeda, jadi—mereka mutusin buat selesai. Selagi ada kak nja, semuanya bakal baik-baik aja. Kakak janji.”

No responses yet